HADHARAH ISLAMIYYAH Headline Animator

Monday, February 11, 2013

MENJADIKAN BARANG YANG DIBELI SEBAGAI JAMINAN, BOLEHKAH?


Contributed by Redaksi
Thursday, 27 May 2010
Last Updated Thursday, 27 May 2010


MENJADIKAN BARANG YANG DIBELI SEBAGAI JAMINAN, BOLEHKAH?

Tanya:
Ustadz, bolehkah barang yang kita beli dijadikan jaminan? Misal, kita kredit motor lalu BPKB motor itu kita jadikan
jaminan kepada penjual (dealer)? (Dewi, Malang)
Jawab:
Dalam jual beli kredit (baiâ€TMu at-taqsith) penjual boleh mensyaratkan jaminan/agunan (rahn) dari pembeli. (Adnan Saâ€TMduddin, Baiâ€TMu At-Taqsith wa Tathbiqatuha al-Muâ€TMashirah, hal. 187). Namun jaminan ini wajib berupa barang lain, bukan barang objek jual beli. Karena menjadikan barang yang dibeli sebagai jaminan (rahn al-mabiiâ€TM) tidak boleh secara syarâ€TMi.
Inilah pendapat fuqaha yang rajih menurut kami. Imam Syafiâ€TMi, seperti dikutip Imam Ibnu Qudamah, menyatakan jika dua orang berjual beli dengan syarat menjadikan barang yang dibeli sebagai jaminan atas harganya, jual belinya tidak sah.
Sebab jika barang yang dibeli dijadikan jaminan (rahn), berarti barang itu belum menjadi milik pembeli. (Al-Mughni,
4/285).
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami berkata,"Tidak boleh jual beli dengan syarat menjaminkan barang yang dibeli." (Al-Fatawa al- Fiqhiyah al-Kubra, 2/287).

Imam Ibnu Hazm berkata,"Tidak boleh menjual suatu barang dengan syarat menjadikan barang itu sebagai jaminan atas harganya. Kalau jual beli sudah terlanjur terjadi, harus dibatalkan." (Al-Muhalla, 3/427).
Memang ada fuqaha yang membolehkan. Kata Imam Ibnu Qudamah,"Menurut Imam Ahmad, jaminan berupa barang
yang dibeli sah." (Al-Mughni, 4/285; Al-Fiqh †̃ala Al-Mazhahib al-Arbaâ€TMah, 2/166). Imam Ibnul Qayyim berkata,"Boleh mensyaratkan jaminan berupa barang yang dibeli." (Ighatsah al-Lahfan, 2/53; Iâ€TMlam al-Muwaqqiâ€TMin, 4/33).
Pendapat inilah yang diadopsi Majmaâ€TM Al-Fiqh Al-Islami bahwa,"Penjual tidak berhak mempertahankan kepemilikan
barang di tangannya, tapi penjual boleh mensyaratkan pembeli untuk menjaminkan barang yang dibeli guna menjamin
hak penjual memperoleh pembayaran angsuran yang tertunda." (Ali as-Salus, Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Muâ€TMashirah, hal. 605).
Namun menurut kami, pendapat ini tidak dapat diterima. Karena menjaminkan barang objek jual beli adalah syarat yang menyalahi konsekuensi akad (muqtadha al-†̃aqad), yakni hak kepemilikan dan melakukan tasharruf (perbuatan hukum) seperti jual beli atau hibah oleh pembeli. Imam Taqiyudin an-Nabhani berkata,"Jika seseorang menjual suatu barang
kepada orang lain, lalu mensyaratkan orang itu untuk tidak menjualnya kepada siapa pun, maka syarat itu tidak berlaku
tapi jual belinya sah, karena syarat itu menafikan konsekuensi akad (muqtadha al-†̃aqad), yakni kepemilikan barang dan melakukan tasharruf padanya." (al-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/52).
Syarat yang menyalahi hukum syaraâ€TM tidak dapat diterima, karena sabda Nabi SAW,"Syarat apa saja yang tidak ada
dalam Kitabullah, maka ia batil, meski ada seratus syarat." (HR Bukhari dan Muslim). (Imam Shanâ€TMani, Subulus Salam, 3/10).
Selain itu, syarat itu tertolak berdasar kaidah fiqih : Kullu syarthin khaalafa aw nafaa muqtadha al-†̃aqad fahuwa baathil (Setiap syarat yang menyalahi atau meniadakan konsekuensi akad, adalah syarat yang batal). (M. Saâ€TMid al-Burnu, Mausuâ€TMah al-Qawaâ€TMid al-Fiqhiyah, 8/418).
Kesimpulannya, tidak boleh menjadikan barang yang dibeli sebagai jaminan dalam jual beli kredit. Yang dibolehkan
adalah jaminan berupa barang lain, bukan barang objek jual beli. Wallahu aâ€TMlam.

Yogyakarta, 27 Mei 2010
Muhammad Shiddiq al-Jawi
(shiddiq_aljawi@yahoo.com) 

0 comments:

THE METHOD TO ESTABLISH KHILAFAH

video

Blog Archive

archives

Bangsa ini Harus Segera Bertobat

Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Pembaca yang budiman, negeri ini seolah menjadi negeri segudang bencana; baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan. Bencana alam ada yang bersifat alamiah karena faktor alam (seperti gempa, tsunami, dll), tetapi juga ada yang karena faktor manusia (seperti banjir, kerusakan lingkungan, pencemaran karena limbah industri, dll). Adapun bencana kemanusiaan seperti kemiskinan, kelaparan serta terjadinya banyak kasus kriminal (seperti korupsi, suap-menyuap, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, maraknya aborsi, penyalahgunaan narkoba, dll) adalah murni lebih disebabkan karena ulah manusia. Itu belum termasuk kezaliman para penguasa yang dengan semena-mena menerapkan berbagai UU yang justru menyengsarakan rakyat seperti UU Migas, UU SDA, UU Listrik, UU Penanaman Modal, UU BHP, dll. UU tersebut pada kenyataannya lebih untuk memenuhi nafsu segelintir para pemilik modal ketimbang berpihak pada kepentingan rakyat.

Pertanyaannya: Mengapa semua ini terjadi? Bagaimana pula seharusnya bangsa ini bersikap? Apa yang mesti dilakukan? Haruskah kita menyikapi semua ini dengan sikap pasrah dan berdiam diri karena menganggap semua itu sebagai ’takdir’?

Tentu tidak demikian. Pasalnya, harus disadari, bahwa berbagai bencana dan musibah yang selama ini terjadi lebih banyak merupakan akibat kemungkaran dan kemaksiatan yang telah merajalela di negeri ini. Semua itu tidak lain sebagai akibat bangsa ini telah lama mencampakkan syariah Allah dan malah menerapkankan hukum-hukum kufur di negeri ini.

Karena itu, momentum akhir tahun ini tampaknya bisa digunakan oleh seluruh komponen bangsa ini untuk melakukan muhâsabah, koreksi diri, sembari dengan penuh kesadaran dan kesungguhan melakukan upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang melanda negeri ini. Tampaknya bangsa ini harus segera bertobat dengan segera menerapkan hukum-hukum Allah SWT secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Maka dari itu, perjuangan untuk menegakan syariah Islam di negeri ini tidak boleh berhenti, bahkan harus terus ditingkatkan dan dioptimalkan. Sebab, sebagai Muslim kita yakin, bahwa hanya syariah Islamlah—dalam wadah Khilafah—yang bisa memberikan kemaslahatan bagi negeri ini, bahkan bagi seluruh alam raya ini.

Itulah di antara perkara penting yang dipaparkan dalam tema utama al-wa‘ie kali ini, selain sejumlah tema penting lainnya. Selamat membaca!

Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Add This! Blinklist BlueDot Connotea del.icio.us Digg Diigo Facebook FeedMeLinks Google Magnolia Ask.com Yahoo! MyWeb Netvouz Newsvine reddit Simpy SlashDot Spurl StumbleUpon Technorati
Cetak halaman ini Cetak halaman ini      

-->
EDITORIAL
10 Jan 2010

Ketika berbicara di televisi BBC, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menyerukan intervensi lebih besar dari Barat di Yaman dan menyerang tuntutan bagi kekhalifahan dunia di dunia Muslim sebagai sebuah “ideologi pembunuh” dan suatu “penyimpangan dari islam “.
Taji Mustafa, Perwakilan Media Hizbut Tahrir Inggris berkata: “Gordon Brown, seperti halnya Tony Blair yang memerintah sebelumnya, berbohong [...]

Index Editorial
Leaflet
No Image
09 Jan 2010
بِسْـــمِ اللهِ الرَّحْمٰـــنِ الرَّحِيـــم Sia-sia Saja Menggantungkan Harapan Kepada Rencana-rencana Pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)! Pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan...
Index Leaflet
KALENDER
January 2010
Mon Tue Wed Thu Fri Sat Sun
   
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
  • 1/24/2010: Halqah Islam dan Peradaban edisi 16
POLLING

Islam hanya mengakui pluralitas, bukan pluralisme. Pandangan Anda?

View Results

Loading ... Loading ...
AL-ISLAM
Al-Islam

ACFTA-PASAR BEBAS 2010: “BUNUH DIRI EKONOMI INDONESIA”

Mulai 1 Januari 2010, Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Sebaliknya, Indonesia dipandang akan mendapatkan kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar dalam negeri negara-negara tersebut. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, [...]

Index Al Islam

EBOOK DOWNLOAD
Ebook Download

Download buku-buku yang dikeluarkan Hizbut Tahrir, dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggris.

Download disini

RSS NEWSLETTER
Powered By Blogger

Followers