HADHARAH ISLAMIYYAH Headline Animator

Saturday, October 4, 2014

On Price Fixing

Q &A: On Price Fixing by Sheikh Ata' Abu Rashta The following is the translation of an Arabic Q&A from the website of Sheikh Ata' Abu Rashta. Question: We know that it is forbidden for the ruler to fix the price of commodities for the people because the Prophet (saw) said: "Indeed Allah is the Creator, the Restrainer, the Reliever, the Provider and the One Who fixes the prices, I wish to meet Allah in such a state that nobody claims that I have done any wrong to him either in his blood or his money" as narrated by Ahmad. He (saw) also said: "Whoever strives to increase the cost (of products) for Muslims, Allah, the Exalted, will seat him in the center of the Fire on the Day of Resurrection." narrated by Ahmad. Hence the question is: if some traders in any region fix the price of any commodity, for instance the rice traders assembled and agreed among themselves upon selling the rice to the people (other) traders on a fixed price; so in such a case, fixing the price of this commodity with the traders' mutual consensus shall be considered Haram (forbidden), or the forbidden is to fix the price by the State only and not the mutual agreement of traders to fix the price of a commodity? Answer: The reason is clear from the second hadith and if the reason exists, the rule will be applied… So, if the traders' agreement is aimed at increasing the price, they will be included in the prohibition. However, if their agreement is for the sake of preventing speculations, and organizing the system of trade in such a way that no vendor is able to conceal his goods, for example, to sell it on a higher price and leave the rest of the traders to sell, without exhibiting his own products i.e. he monopolizes it and then sells it at the time of deficiency. So, in such a state, the traders are not prohibited to organize the system of trade. However, the meeting and mutual agreement of merchants on a certain price is most likely to increase the price, particularly if they are wholesale dealers of such products, which are not sold by other than them. Therefore, their agreement in this case, even if it does not result in increasing the price of the commodity but there is all probability that it may happen, comes under "means to Haram is Haram". Hence, their participation in fixing the price of commodity leading to its increment, even if it does not happen categorically but it is most likely to do so. And the high possibility is enough here and therefore I believe that the traders' agreement on fixing the price of a commodity is not permissible. Rather, this matter should be left to the market rate, leading to fixation of the prices by every trader according to his conditions. In such a scenario, the things will be easy for the people and market will be away from the high price. In this matter, I admire what was mentioned in the book of Legal System by Ibn Qayyim Al-Jauziyah under the chapter "chapter concerning the dealers who deal in the real estate etc on rent" as it was stated: "And for this reason: many scholars such as Abu Hanifa and his companions forbid the dealers who deal in the real estate etc on rent: from entering into partnership with each other, for the reason that if they enter into partnership – and people are in need of them – they increase the charges on them. I said: the price control administrative official should also forbid those who wash the deceased and carry them from participation for the reason of increasing the charges on them besides forbidding the partaking of any group whose benefit may be needed by the people…" (Concluded) 28th Dhu'l-Hijjah, 1432 AH. 24th November, 2011 CE.

0 comments:

THE METHOD TO ESTABLISH KHILAFAH

video

Bangsa ini Harus Segera Bertobat

Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Pembaca yang budiman, negeri ini seolah menjadi negeri segudang bencana; baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan. Bencana alam ada yang bersifat alamiah karena faktor alam (seperti gempa, tsunami, dll), tetapi juga ada yang karena faktor manusia (seperti banjir, kerusakan lingkungan, pencemaran karena limbah industri, dll). Adapun bencana kemanusiaan seperti kemiskinan, kelaparan serta terjadinya banyak kasus kriminal (seperti korupsi, suap-menyuap, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, maraknya aborsi, penyalahgunaan narkoba, dll) adalah murni lebih disebabkan karena ulah manusia. Itu belum termasuk kezaliman para penguasa yang dengan semena-mena menerapkan berbagai UU yang justru menyengsarakan rakyat seperti UU Migas, UU SDA, UU Listrik, UU Penanaman Modal, UU BHP, dll. UU tersebut pada kenyataannya lebih untuk memenuhi nafsu segelintir para pemilik modal ketimbang berpihak pada kepentingan rakyat.

Pertanyaannya: Mengapa semua ini terjadi? Bagaimana pula seharusnya bangsa ini bersikap? Apa yang mesti dilakukan? Haruskah kita menyikapi semua ini dengan sikap pasrah dan berdiam diri karena menganggap semua itu sebagai ’takdir’?

Tentu tidak demikian. Pasalnya, harus disadari, bahwa berbagai bencana dan musibah yang selama ini terjadi lebih banyak merupakan akibat kemungkaran dan kemaksiatan yang telah merajalela di negeri ini. Semua itu tidak lain sebagai akibat bangsa ini telah lama mencampakkan syariah Allah dan malah menerapkankan hukum-hukum kufur di negeri ini.

Karena itu, momentum akhir tahun ini tampaknya bisa digunakan oleh seluruh komponen bangsa ini untuk melakukan muhâsabah, koreksi diri, sembari dengan penuh kesadaran dan kesungguhan melakukan upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang melanda negeri ini. Tampaknya bangsa ini harus segera bertobat dengan segera menerapkan hukum-hukum Allah SWT secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Maka dari itu, perjuangan untuk menegakan syariah Islam di negeri ini tidak boleh berhenti, bahkan harus terus ditingkatkan dan dioptimalkan. Sebab, sebagai Muslim kita yakin, bahwa hanya syariah Islamlah—dalam wadah Khilafah—yang bisa memberikan kemaslahatan bagi negeri ini, bahkan bagi seluruh alam raya ini.

Itulah di antara perkara penting yang dipaparkan dalam tema utama al-wa‘ie kali ini, selain sejumlah tema penting lainnya. Selamat membaca!

Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Add This! Blinklist BlueDot Connotea del.icio.us Digg Diigo Facebook FeedMeLinks Google Magnolia Ask.com Yahoo! MyWeb Netvouz Newsvine reddit Simpy SlashDot Spurl StumbleUpon Technorati
Cetak halaman ini Cetak halaman ini      

-->
EDITORIAL
10 Jan 2010

Ketika berbicara di televisi BBC, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menyerukan intervensi lebih besar dari Barat di Yaman dan menyerang tuntutan bagi kekhalifahan dunia di dunia Muslim sebagai sebuah “ideologi pembunuh” dan suatu “penyimpangan dari islam “.
Taji Mustafa, Perwakilan Media Hizbut Tahrir Inggris berkata: “Gordon Brown, seperti halnya Tony Blair yang memerintah sebelumnya, berbohong [...]

Index Editorial
Leaflet
No Image
09 Jan 2010
بِسْـــمِ اللهِ الرَّحْمٰـــنِ الرَّحِيـــم Sia-sia Saja Menggantungkan Harapan Kepada Rencana-rencana Pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)! Pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan...
Index Leaflet
KALENDER
January 2010
Mon Tue Wed Thu Fri Sat Sun
   
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
  • 1/24/2010: Halqah Islam dan Peradaban edisi 16
POLLING

Islam hanya mengakui pluralitas, bukan pluralisme. Pandangan Anda?

View Results

Loading ... Loading ...
AL-ISLAM
Al-Islam

ACFTA-PASAR BEBAS 2010: “BUNUH DIRI EKONOMI INDONESIA”

Mulai 1 Januari 2010, Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Sebaliknya, Indonesia dipandang akan mendapatkan kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar dalam negeri negara-negara tersebut. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, [...]

Index Al Islam

EBOOK DOWNLOAD
Ebook Download

Download buku-buku yang dikeluarkan Hizbut Tahrir, dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggris.

Download disini

RSS NEWSLETTER
Powered By Blogger

Followers