".....Akan muncul khilafah yang mengikut metod kenabian." [HR. Ahmad & Al-Bazzar]
Thursday, August 16, 2012
Hukum Membayar Hutang Dengan Tambahan Bayaran
Sabtu, 07 Julai 2012 10:59
Soalan:
Bolehkah kita melunaskan hutang dengan bayaran tambahan atau faedah tertentu dengan menganggapnya sebagai hadiah tanpa dinyatakan dalam akad? Benarkah perkara sebegini dibenarkan berdasarkan hadis, “Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik dalam melunaskan hutangnya” ?
Jawapan :
Jika seseorang memberikan pinjaman atau hutang (qardh) kepada orang lain dan mensyaratkan tambahan bayaran seperti faedah atau bunga ketika akad dibuat, maka tambahan bayaran ini hukumnya adalah haram kerana ia termasuk riba. Ijmak ulama' tentang keharamannya tidak mempunyai sebarang perbezaan pendapat. (Taqiyyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343). Ibnu Qayyim berkata, “Riba ini disepakati keharaman dan kebatilannya. Keharamannya sudah diketahui dalam agama Islam sepertimana haramnya zina dan mencuri.” (Ighatsah al-Lahfan, 2/10). Ibnu Mundzir berkata, ”Para ulama' sepakat bahawa jika pemiutang mensyaratkan kepada penghutang sesuatu tambahan atau hadiah…maka tambahan yang diambil itu adalah riba.” (Al-Ijma', hal. 39).
Namun jika tambahan itu tidak disyaratkan dalam akad, terdapat perbezaan pendapat dalam hal ini. Menurut Syeikh Taqiyyuddin An-Nabhani, jika tambahan itu diberikan sebagai hadiah, hukumnya perlu diteliti dengan lebih terperinci. Jika peminjam atau penghutang sudah menjadi kebiasaan memberikan hadiah kepada pemiutang (contohnya pemiutang merupakan sahabatnya atau saudaranya), hukumnya adalah mubah (boleh). Tetapi sebaliknya jika tidak pernah atau tidak biasa, maka hukumnya adalah haram. (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343).
Dalilnya adalah berdasarkan hadis daripada Anas r.a, dia berkata,
“Seorang lelaki di kalangan kami bertanya bahawa dia pernah memberikan pinjaman (qardh) kepada saudaranya, lalu saudaranya (si penghutang) memberikan hadiah kepadanya. Maka Anas r.a berkata, Nabi saw bersabda, 'Jika salah seorang daripada kamu memberikan pinjaman lalu dia (pemiutang) diberikan hadiah atau dinaikkan ke atas kenderaannya (si penghutang), janganlah ia menaiki kenderaan tersebut dan jangan pula ia menerima hadiah tersebut, kecuali jika perkara sebegitu pernah berlaku sebelum ini antara dia (pemiutang) dan dia (penghutang).” (HR Ibnu Majah). (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/341).
Berkaitan hadis
“Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik dalam melunaskan hutangnya.” (HR Bukhari no. 2306; Muslim no. 1600),
para ulama' berbeza pendapat sama ada bolehkah ia dijadikan dalil dalam membenarkan tambahan atas hutang tanpa disyaratkan dalam akad. Sebahagian ulama' membolehkannya jika tambahan tersebut datangnya daripada inisiatif atau kehendak pihak yang meminjam (bukan syarat yang ditetapkan oleh pemberi pinjaman). (Lihat Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Fatwa Islamiyah, 2/414).
Manakala sebahagian lagi ulama' antaranya seperti Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan bahawa perkara sebegitu tetap tidak dibolehkan. Pendapat ini (iaitu tidak boleh memberi tambahan) adalah lebih rajih (kuat) kerana ia lebih sesuai dengan topik atau latar belakang hadis tersebut. Berdasarkan hadis tersebut, seseorang telah datang untuk menuntut hutang seekor unta yang pernah diberikan kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah meminta sahabat untuk membeli seekor unta (untuk dibayar kembali hutang unta tersebut), akan tetapi tidak dijumpai unta yang sebaya kecuali unta yang lebih baik (lebih tua). Rasulullah saw pun bersabda,
“Belilah unta itu dan berikan kepadanya kerana sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik dalam melunasi hutangnya.” (HR Bukhari no 2306).
Oleh yang demikian, menurut Syeikh An-Nabhani, topik pembahasan hadis ini adalah merujuk kepada perbuatan manusia dalam melunaskan hutang yang lebih baik (as-sadad al-hasan) dan bukannya pada tambahan daripada jumlah hutang yang dipinjam (ziyadah 'amma ustuqridha). (Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 2/343).
Dalam hal ini, Rasulullah tidak membayar kembali hutangnya dengan memberikan lebih daripada seekor unta. Hutangnya tetap dibayar kembali dengan seekor unta sahaja, tetapi dalam keadaan dan kualiti unta yang lebih baik daripada yang pernah diberikan (hutang) kepadanya sebelum ini. Justeru, hadis di atas adalah tidak tepat untuk dijadikan dalil bagi membolehkan tambahan jumlah bayaran dalam melunasi hutang walaupun ia tidak disyaratkan dalam akad. Sebagai kesimpulan, sebarang tambahan dalam pembayaran hutang adalah tetap haram kecuali jika sudah menjadi amalan biasa bagi penghutang untuk saling memberikan hadiah kepada pemiutang (di luar urusan pinjaman sesama mereka) sebelum ini. Wallahu a'lam.
THE METHOD TO ESTABLISH KHILAFAH
video
E-Book 2
Assalaamu’alaikum wr wb
Bagi Anda yang memerlukan tambahan wawasan, kami sediakan beberapa e-book yang boleh Anda download. Insya Allah.
- Demokrasi Sistem Kufur
- Ahkamush Sholat
- Tafsir Jalalain
- Bulughul Maram
- Manajemen Qolbu
- Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
- Aa Gym
- Arabindo–Belajar Bahasa Arab untuk Orang Indonesia
- Bibel, Quran, dan Sains Modern
- Futuhat Islam (file flash)
- Hukum Islam Seputar Busana dan Penampilan Wanita
- Kepada Ukhti Muslimah
- Larang Berzina (karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah)
- Ma’alim Fi ath-Thariq (petunjuk sepanjang masa) karya Sayyid Qutbh
- Prinsip Ilmu Ushul Fiqh (karya Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin)
- Risalah Ramadhan
- Riyadhus Shalihin (karya Imam Nawawi)
- Sebab-sebab Keguncangan Pasar Modal
- Ruqyah Syar’iyyah
- Tarbiyah
- Sejarah Hidup Muhammad
- Tuntunan Shalat Menurut al-Quran dan as-Sunnah
- al-Quran Digital versi 2.21
- Buletin GAULISLAM (edisi 001-104; tahun ke-1 dan ke-2)
Bangsa ini Harus Segera Bertobat
Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, negeri ini seolah menjadi negeri segudang bencana; baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan. Bencana alam ada yang bersifat alamiah karena faktor alam (seperti gempa, tsunami, dll), tetapi juga ada yang karena faktor manusia (seperti banjir, kerusakan lingkungan, pencemaran karena limbah industri, dll). Adapun bencana kemanusiaan seperti kemiskinan, kelaparan serta terjadinya banyak kasus kriminal (seperti korupsi, suap-menyuap, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, maraknya aborsi, penyalahgunaan narkoba, dll) adalah murni lebih disebabkan karena ulah manusia. Itu belum termasuk kezaliman para penguasa yang dengan semena-mena menerapkan berbagai UU yang justru menyengsarakan rakyat seperti UU Migas, UU SDA, UU Listrik, UU Penanaman Modal, UU BHP, dll. UU tersebut pada kenyataannya lebih untuk memenuhi nafsu segelintir para pemilik modal ketimbang berpihak pada kepentingan rakyat.
Pertanyaannya: Mengapa semua ini terjadi? Bagaimana pula seharusnya bangsa ini bersikap? Apa yang mesti dilakukan? Haruskah kita menyikapi semua ini dengan sikap pasrah dan berdiam diri karena menganggap semua itu sebagai ’takdir’?
Tentu tidak demikian. Pasalnya, harus disadari, bahwa berbagai bencana dan musibah yang selama ini terjadi lebih banyak merupakan akibat kemungkaran dan kemaksiatan yang telah merajalela di negeri ini. Semua itu tidak lain sebagai akibat bangsa ini telah lama mencampakkan syariah Allah dan malah menerapkankan hukum-hukum kufur di negeri ini.
Karena itu, momentum akhir tahun ini tampaknya bisa digunakan oleh seluruh komponen bangsa ini untuk melakukan muhâsabah, koreksi diri, sembari dengan penuh kesadaran dan kesungguhan melakukan upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang melanda negeri ini. Tampaknya bangsa ini harus segera bertobat dengan segera menerapkan hukum-hukum Allah SWT secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Maka dari itu, perjuangan untuk menegakan syariah Islam di negeri ini tidak boleh berhenti, bahkan harus terus ditingkatkan dan dioptimalkan. Sebab, sebagai Muslim kita yakin, bahwa hanya syariah Islamlah—dalam wadah Khilafah—yang bisa memberikan kemaslahatan bagi negeri ini, bahkan bagi seluruh alam raya ini.
Itulah di antara perkara penting yang dipaparkan dalam tema utama al-wa‘ie kali ini, selain sejumlah tema penting lainnya. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Artikel ini diposting
pada tanggal 6 December 2009 pukul 21:59 pada kategori Cover.
Anda dapat melacak post ini melalui RSS 2.0 feed.
ref="http://hizbut-tahrir.or.id/2009/01/19/hip-ke-5-economic-islam-international-conferece-al-khurtum-sudan/">

Ketika berbicara di televisi BBC, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menyerukan intervensi lebih besar dari Barat di Yaman dan menyerang tuntutan bagi kekhalifahan dunia di dunia Muslim sebagai sebuah “ideologi pembunuh” dan suatu “penyimpangan dari islam “.
Taji Mustafa, Perwakilan Media Hizbut Tahrir Inggris berkata: “Gordon Brown, seperti halnya Tony Blair yang memerintah sebelumnya, berbohong [...]



Banyak naskah berserak yang mengungkapkan temuan sejumlah penyakit mental dan...

Tahap pertama sesungguhnya adalah tahap pembentukan gerakan,...

Mon | Tue | Wed | Thu | Fri | Sat | Sun |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | 2 | 3 | ||||
4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 |
11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 |
18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 |
25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 |
- 1/24/2010: Halqah Islam dan Peradaban edisi 16




ACFTA-PASAR BEBAS 2010: “BUNUH DIRI EKONOMI INDONESIA”
Mulai 1 Januari 2010, Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Sebaliknya, Indonesia dipandang akan mendapatkan kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar dalam negeri negara-negara tersebut. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, [...]
EDISI KHAS
بسم الله الرحمن الرحيم
هَذَا بَلَاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ
Ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan dengannya, manusia diberi peringatan (TMQ Ibrahim [14]: 52)
0 comments:
Post a Comment