HADHARAH ISLAMIYYAH Headline Animator

Friday, October 28, 2011

Syiar Islam Dilarang, Demokrasi dan Liberalisme Diizinkan?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Apakah Syiar-syiar Islam Dilarang, sementara Syiar-syiar Demokrasi

dan Liberalisme Diizinkan?!

Sungguh Itu adalah Perang terhadap Islam dan Pemeluknya

Komisi Tinggi untuk Pemilu, berdasarkan undang-undang mengeluarkan keputusan yang melarang penggunaan “syiar-syiar keagamaan dan simbol-simbol yang terkait dengan akidah dan agama”. Keputusan itu juga menyatakan bahwa siapa saja yang melanggarnya akan ditahan dan dijatuhi hukuman penjara dan denda. Padahal konstitusi saat ini menyatakan bahwa agama negara adalah Islam!

Sungguh keputusan jahat ini tidak datang dari ruang hampa. Akan tetapi, keputusan ini berada pada posisi pertama perang terhadap Islam. Ini adalah perpanjangan untuk setiap aktifitas yang berkaitan dengan lilitan revolusi. Hal itu untuk merealisasi apa yang diinginkan sejak asal berupa pemisahan agama dari negara menurut doktrin negara sipil sekuler. Juga untuk menundukkan semua hukum syara’ untuk ditundukkan kepada pemungutan suara menurut hawa nafsu Dewan Rakyat. Keputusan itu bertujuan agar mayoritas kursi diisi oleh setiap orang yang mengusung slogan-slogan liberalisme demokrasi, meski dengan jalan membeli suara menggunakan harta. Hal itu agar mereka bisa menghancurkan semua hukum Islam. Islam dijadikan agama kependetaan, dibatasi di dalam dinding-dinding masjid. Setelah itu dan dari dalam Dewan Rakyat khamr disetujui; porografi disebarluaskan atas nama kebebasan personal; manusia dijauhkan dari Islam atas nama kebebasan berakidah; wanita dilarang mengenakan busana syar’i di kehidupan umum, sekolah dan perguruan tinggi; apa yang masih tersisa dari hukum-hukum waris, perkawinan, dan talak dihapus dengan dalih kesetaraan; kaum Muslim ditekan atas nama demokrasi, sehingga masalahnya sampai pada meragu-ragukan manusia dalam akidah mereka. Semua itu akan menjadi konstitusional atas nama mayoritas di Dewan Rakyat. Dan akhirnya Mesir pun menjadi seperti masyarakat barat yang kehilangan nilai-nilai spiritual, kemanusiaan dan moral, disamping kondisinya yang terlanyar tidak diperhatikan sama sekali.

Wahai kaum Muslim, wahai warga al-Kinanah

Bagaimana mungkin syiar-syiar barat yang dibawa oleh penjajah kapitalis barat pemilik berbagai musibah dan krisis, bisa diizinkan diimpor dan dibawa ke negeri kita, sedangkan syiar-syiar lâ ilâha illâllâh Muhammadun rasûlullâh justru dilarang dan orang yang mengusungnya dijatuhi hukuman?! Bukankah ini pelecehan terhadap akal pikiran warga Mesir?! Sungguh ini perkara yang sangat mengherankan!!!

Demokrasi liberalisme kapitalisme telah dicoba dan dibuktikan kegagalannya di masyarakat-masyarakat barat. Tidak perlu diperlihatkan, apa yang dimunculkan oleh ide-ide dan syiar-syiar ini berupa komunitas gay dan lesbian, berbagai kriminalitas dan krisis-krisis ekonomi yang akhirnya menimpa seluruh dunia. Lihatlah, anak-anak syiar-syiar itu sendiri di dunia berdemonstrasi untuk mengadili demokrasi mereka dikarenakan ketidakmampuan demokrasi mereka memberikan solusi-solusi bagi berbagai permasalahan mereka dan kemiskinan, dan pengangguran justru menyebar di tengah barisan mereka. Pada saat yang sama, kekayaan justru terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil orang dari mereka. Ini sekadar satu contoh dari ribuan contoh semisalnya. Lalu bagaimana bisa orang yang mengklaim memelihara urusan-urusan masyarakat di Mesir justru menerima untuk memaksakan kepada warga mereka kaum Muslim, peradaban yang tidak datang dari mereka dan mereka juga bukan bagian dari peradaban itu?! Ingatlah, alangkah buruknya apa yang mereka pikul.

Pemilu yang direncanakan dan fitnah berupa undang-undang dan keputusan-keputusan zalim itu, datang dari rezim yang sama dengan rezim sebelumnya yang masih tetap memerintah. Jika tidak, lalu apa artinya pengeluaran undang-undang dan keputusan yang melayani demokrasi dan liberalisme itu? Kenapa penyebutan Islam yang merupakan agama warga Mesir justru dilarang? Bukankah itu merupakan perang terhadap Islam dan pemeluknya?

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَن لَّن يُخْرِجَ اللَّهُ أَضْغَانَهُمْ

Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka ? (QS Muhammad [47]: 29)

Wahai kaum Muslim, wahai warga Mesir

Sesungguhnya semua versi tindakan ini adalah bagian dari rencana Amerika dan rezim yang menjadi kaki tangannya. Maka Anda harus memupus jalan bagi mereka, beraktifitas untuk mengusir mereka dari bumi Kinanah dan tidak mentolerir mereka untuk memasuki tanah Anda, sehingga mereka tidak bisa menjamah Anda, agama Anda dan keamanan Anda dan tidak bisa merampok kekayaan Anda seperti yang mereka lakukan terhadap saudara-saudara Anda di negeri-negeri kaum Muslim. Mereka tidak memelihara kekerabatan dengan Anda dan sama sekali tidak mengindahkan perjanjian. Ketakutan terbesar mereka adalah diterapkannya syariah melalui daulah al-Khilafah ar-Rasyidah yang akan menghentikan dan mengeluarkan mereka dari negeri-negari kaum Muslim dalam keadaan tercela dan kalah. Hari-hari ini adalah kesempatan Anda wahai orang-orang mukhlish di antara militer Mesir Muslim untuk melaksanakan hal itu.

ۚ وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُم

dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini. (QS Muhammad [47]: 38)

Wahai kaum Muslim

Sesungguhnya tidak ada keselamatan bagi Anda kecuali dengan Islam. Kezaliman dan kemiskinan tidak akan hilang dari Anda kecuali dengan penerapan syariah Allah. Anda telah mencoba sosialisme, kapitalisme, nasionalisme dan patriotisme, akan tetapi kondisi masyarakat tetap saja terpuruk dalam segala aspek kehidupan. Maka campakkan bendera syike-picot. Kibarkan panji Rasulullah saw. Berjuanglah bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan syariah Allah melalui daulah al-Khilafah al-Islamiyah ar-Rasyidah yang hanya di dalamnya sajalah terdapat jalan keluar Anda. Allah bersama Anda dan tidak akan menyia-nyiakan amal-amal Anda.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad [47]: 7)

23 Dzulqa’dah 1432 H

21 Oktober 2011

Hizbut Tahrir

Wilayah Mesir

Kisah Pemimpin Khilafah Islam Terakhir Sambungan

Sambungan..

Yahudi Mula ‘Menggigit’ Daulah Islamiah

Semua pihak mahukan sebahagian daripadanya, tidak ketinggalan kaum Yahudi. Orang-orang Yahudi yang menjadi warga Daulah Islamiah adalah pelarian dari negara-negara Eropah seperti Sepanyol dan Portugal selepas pemerintah Islam di Andalus dikalahkan oleh tentera Kristian. Pada tahun 1895, sebuah buku bertajuk Der Judenstaat (Negara Yahudi) karangan Dr Theodore Hertzl (1869-1904), seorang Zionis dari Hungary, diterbitkan.

Dalam buku itu disebutkan bahawa kaum Yahudi mesti mempunyai negara sendiri. Oleh itu, Yahudi lantas mengadakan pertemuan pertama di Switzerland pada 29-31 Ogos 1897 untuk meletakkan asas pembentukan negara Yahudi di Palestin. Selepas persidangan itu, pergerakan Yahudi semakin aktif. Ini menyebabkan Sultan Abdul Hamid mengeluarkan keputusan tahun 1900 untuk tidak membenarkan orang-orang Yahudi yang datang ke Palestin dan tinggal lebih daripada tiga bulan. Segala cara dilakukan kaum Yahudi untuk memujuk Sultan Hamid membatalkan keputusannya. Termasuk dengan menawarkan sejumlah pampasan dan pelbagai janji lain. Abdul Hamid enggan menerima tawaran tersebut. Ia menghantar jawapan kepada mereka melalui Tahsin Pasha:”Katakan kepada Yahudi biadap itu, hutang negara Usmaniah bukan sesuatu yang memalukan.”

Pada tahun 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid dalam percubaan untuk melakukan rasuah. Diantara rasuah yang disogokkan Hertzl kepada Sultan adalah :

1. 150 juta poundsterling Inggeris khusus untuk Sultan.
2. Membayar semua hutang pemerintah Ustmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling Inggris.
3. Membangun kapal induk untuk pemerintah, dengan kos 120 juta Frank
4. Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga.
5. Membangun Universiti Ustmaniyyah di Palestin.

Semuanya ditolak Sultan, bahkan Sultan tidak mahu menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan,

“Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rancangannya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestin), kerana Palestin bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka!! Jika Khilafah Othmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestin tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestin dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”

Al-Quds (Jerusalem) menjadi sebaagian dari tanah Islam sewaktu Umar bin Al-Khattab menaklukkan kota itu dan aku tidak akan mencatat sejarah yang memalukan dengan menjual Tanah Suci kepada Yahudi dan mengkhianati kepercayaan rakyat.” Tahun 1901, Abdul Hamid mengeluarkan perintah melarang tanah di Palestin dijual kepada Yahudi.

Tindakan Abdul Hamid ini sesuai sabda Rasulullah SAW: ”Imam adalah perisai (pelindung) yang dibelakangnya kamu berperang dan mendapat perlindungan.” Dengan penyertaan Yahudi dan Zionis dalam konflik, maka barisan musuh Islam semakin kuat. Yahudi akhirnya meminta bantuan Inggeris untuk mewujudkan impian mereka. Setelah Abdul Hamid II digulingkan pada 13 Mac 1909 maka pembentukan negara Yahudi di Palestin semakin dekat. Inggeris kemudian melancarkan serangan terhadap Khilafah Usmaniyah dan inilah menjadi punca kejatuhannya. Tahun 1918, Sultan Abdul Hamid II meninggal dunia.

Peristiwa kejatuhan Sultan Abdul Hamid II

Malam itu, Sultan Abdul Hamid dan keluarganya dikunjungi oleh sekumpulan manusia yang tidak akan dilupakan oleh sejarah.

Photobucket

Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Itali dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlimen Othmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke istana Yildiz. Turut bersama beliau adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga pemimpin Armada Othmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat bandar Daraj di Meclis-i Mebusan.
“Bukankah waktu seperti ini adalah waktu khalifah menunaikan kewajipannya terhadap keluarga. Tidak bolehkah kalian berbincang dengan aku pagi esok?”, Sultan Abdul Hamid tidak selesa menerima kedatangan mereka yang kelihatannya begitu tergesa-gesa.
Tiada simpati di wajah mereka.“Ummah telah memecat kamu”, Esat Pasha memberitahu. Angkuh benar bunyinya.Satu persatu wajah ahli rombongan itu diperhati oleh Sultan Abdul Hamid.
“Apakah mereka ini sedar dengan apa yang mereka lakukan?”, baginda berfikir.

“Jika benar Ummah yang menurunkan aku, mengapa kamu datang dengan lelaki ini?”, Sultan Abdul Hamid menundingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.
“Apa kena mengenanya Yahudi ini dengan Ummah?”, wajah baginda kemerah-merahan menahan marah.

Sultan Abdul Hamid memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dia jugalah yang bersekongkol bersama Theodor Herzl ketika mahu mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestin dengan penuh licik lebih sedekad yang lalu (1898). Mereka menawarkan pembelian ladang milik Sultan Abdul Hamid di Sancak Palestin sebagai tapak penempatan Yahudi di Tanah Suci itu. Sultan Abdul Hamid menolaknya dengan tegas, termasuk alternatif mereka yang mahu menyewa tanah itu selama 99 tahun.

Pendirian tegas Sultan Abdul Hamid untuk tidak mengizinkan Yahudi bermastautin di Palestin, telah menyebabkan Yahudi sedunia mengamuk. Harganya terlalu mahal. Sultan Abdul Hamid kehilangan takhta, dan Khilafah disembelih agar tamat nyawanya.

“Sesungguhnya aku sendiri tidak tahu, siapakah sebenarnya yang memilih mereka ini untuk menghantar berita penggulinganku malam itu”, Sultan Abdul Hamid meluahkan derita hatinya di dalam diari baginda.

Perancangan untuk menggulingkan baginda sudah dimulakan lama sebelum malam itu. Beberapa Jumaat kebelakangan ini, nama baginda sudah tidak disebut di dalam khutbah.
“Walaupun engkau dipecat, nyawamu berada di dalam jaminan kami”, Esat Pasha menyambung katanya.

Malam itu juga, baginda bersama ahli keluarganya hanya dibenarkan membawa sehelai dua pakaian, dan mereka diangkut di dalam gelap menuju ke Stesyen Keretapi Sirkeci. Khalifah terakhir umat Islam, dan ahli keluarganya dibuang negara ke Salonika, Greece.

Gerombolan tentera kedengaran melangkah penuh derap ke istana. Meriam diletupkan sebagai petanda Sultan Mehmed V Resad ditabal menjadi raja boneka. Rasmilah malam itu Sultan Mehmed V Resad menjadi Khalifah ke 99 umat Islam semenjak Abu Bakr al-Siddiq r.a. Tetapi khalifah yang satu ini sudah tiada kuasa. Hanya boneka umpan menahan pemberontakan masyarakat terhadap pembubaran Khilafah Othmaniyyah.

“Entahlah, di saat hidup dan matiku tidak menentu, aku terasa begitu tenang dan aman. Seperti sebuah gunung besar yang selama ini menghempap dadaku, diangkat penuh kelegaan” kata Sultan Abdul Hamid di dalam diarinya.

Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut menangis sama. Perjalanan dari Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika di Greece penuh misteri.

“Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua”, kata Sultan Abdul Hamid kepada sekalian kaum kerabat baginda.

Kereta api meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Osman, berakhir malam itu. Palitan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.

Lama benar baginda dan ahli keluarganya dikurung di istana Yahudi yang buruk itu. Mereka dikurung di dalam bilik tanpa perabot. Pintu dan tingkap istana, dilarang daripada dibuka. Hari demi hari, adalah kematian sebelum mati bagi baginda sekeluarga. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dibawa pulang ke Istanbul, dan anak-anaknya bercerai berai, dibuang ke Perancis sebagai pengemis dan pelarian yang merempat di jalanan.

Sultan Abdul Hamid dikurung di Istana Beylerbeyi selama 6 tahun

Kisah Pemimpin Khilafah Islam Terakhir

Kisah Sultan Abdul Hameed II Pemimpin Khilafah Islam Terakhir. Sejarah Islam yang kita patut tahu.

Photobucket

Antara lain tanda kejayaan Islam di benua Eropah ialah dengan berkembangnya wilayah kedaulatan Khilafah Othmaniah Turki. Selama berabad-abad, kerajaan Islam tersebut berjaya memantapkan pengaruhnya di Eropah Timur, Balkan, dan Mediterranean. Namun begitu selepas berabad-abad, pengaruh itu beransur pudar. Menjelang masa-masa kejatuhannya, muncul pemimpin Khilafah Othmaniah iaitu Sultan Abdul Hamid II. Dengan segala kuasa yang ada, ia cuba untuk terus mempertahankan pemerintahan Islam di wilayah-wilayah kekuasaannya dari bahaya yang semakin mengancam, khasnya dari kekuatan Barat dan Yahudi.


Kelahiran Khalifah

Photobucket

Sultan Abdul Hamid II dilahirkan pada hari Rabu, 21 September 1842. Nama lengkapnya adalah Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan dan merupakan anak kedua Sultan Abdul Majid I (dari isteri keduanya).

Ibunya meninggal dunia semasa beliau berusia tujuh tahun. Abdul Hamid sejak muda, sudah boleh berbahasa Turki, Arab, dan Parsi di samping mengetahui bahasa Perancis. Dia juga gemar mempelajari beberapa buah buku kesusasteraan dan puisi.

Sewaktu orang tuanya, Sultan Abdul Majid meninggal dunia, bapa saudaranya, Abdul Aziz telah diangkat menjadi Khalifah. Abdul Aziz tidak terlalu lama memegang jawatan Khalifah. Dia dipaksa berhenti dari jawatannya dan selepas itu dibunuh oleh musuh politik Othmaniah.

Penggantinya adalah Sultan Murad, anak Sultan Abdul Aziz, namun dia pun disingkirkan dalam masa yang singkat kerana dianggap tidak layak. Pada tarikh 31 Ogos 1876, Sultan Abdul Hamid dilantik menjadi Khalifah menggantikan saudaranya, Murad V.

Umat memberikan baiat dan ketaatan kepadanya. Pada masa itu, dia telah berumur 34 tahun. Dari tahun 1877 hingga tahun terakhir memerintah pada 1909, dia tinggal di Istana Yildiz. Abdul Hamid menyedari, seperti yang diungkap dalam catatan hariannya, tentang pembunuhan bapa saudaranya dan pergantian kepimpinan yang selalu disebabkan adanya konspirasi menentang Daulah Islamiah (Negara Islam).

Para sejarawan mengkaji secara mendalam tentang perwatakan Abdul Hamid. Menurut mereka, Abdul Hamid mewarisi jawatan kepimpinan sebuah negara besar yang berada dalam keadaan tegang dan genting.

Dia juga menghabiskan masa lebih daripada tiga puluh tahun yang penuh dengan konspirasi, peperangan, revolusi, peristiwa-peristiwa dan perubahan-perubahan yang terus terjadi.

Diperalat oleh orang kepercayaannya sendiri.
Cubaan pertama yang dihadapi Abdul Hamid adalah Midhat Pasha (1822-1885). Ada dakwaan bahawa Midhat berasal dari kaum Yahudi Dunnama.

Midhat Pasha terlibat secara rahsia dalam usaha penyingkiran bapa saudaranya, Abdul Aziz. Tidak lama selepas dilantik sebagai Khalifah, Abdul Hamid melantik Midhat Pasha sebagai ketua Majlis Menteri-Menteri kerana Midhat Pasha amat terkenal pada masa itu.

Abdul Hamid memerlukan jaminan untuk pemerintahannya stabil. Midhat Pasha adalah gabenor yang cekap tetapi keras kepala. Sultan Abdul Aziz telah menjadi Khalifah dalam tahun 1861 dan disingkirkan dalam tahun 1876. Empat hari selepas disingkirkan, ia meninggal dunia. Ketika pemerintahan Abdul Aziz, banyak kemajuan telah dicapai.

Pasukan Khilafah Usmaniah membuat persiapan untuk menjadi pasukan ketiga terkuat di dunia dengan kekuatan tentera darat mencapai 700,000 orang. Sultan Abdul Aziz juga melawat Mesir, Perancis, Inggeris, dan Jerman.

Tujuan lawatan itu ialah untuk mempengaruhi Perancis supaya berpihak kepada Daulah Usmaniyah dan supaya Perancis tidak berpihak kepada Rusia. Tujuan lain adalah untuk menghimpunkan negara-negara Eropah untuk menentang Rusia.

Tidak lama kemudian, Inggeris mencadangkan diadakan pertemuan di Istanbul yang dihadiri oleh para duta kuasa-kuasa besar dengan tujuan untuk mewujudkan ‘perdamaian’ di Balkan. Perjanjian pertemuan akhirnya memaksa Khilafah Usmaniah untuk melaksanakan beberapa reformasi.

Maka, Midhat Pasha menjalankan reformasi-reformasi domestik tersebut. Termasuk di dalamnya pembentukan sebuah perlembagaan demokrasi dan undang-undang sekular.

Dikelilingi oleh negara-negara besar, undang-undang itu jelas bertentangan dengan Islam, yang jika dilaksanakan akan bermakna penghapusan sistem Khilafah dan bererti mewujudkan sebuah negara yang serupa dengan negara-negara Eropah lain.

Abdul Hamid, para ulama serta tokoh-tokoh Islam yang lain menentangnya. Khilafah menolak memenuhi desakan negara-negara besar. Inggeris berusaha gigih untuk menghancurkan Khilafah dan mereka berusaha untuk mempastikan pelaksanaan perlembagaan sekular yang didrafkan oleh Midhat Pasha. Untuk menghalang niat jahat ini, Abdul Hamid cuba mengurangkan populariti Midhat Pasha. Akhirnya dia berjaya melepaskan diri dari belenggu Midhat.

Midhat didakwa merancang pembunuhan Sultan Abdul Aziz. Seterusnya Abdul Hamid mengalihkan perhatian terhadap musuh luar negara Daulah Islam Usmaniah. Melalui kebijaksanaannya, dia mampu meramalkan bahawa revolusi komunis akan berlaku di Rusia dan akan membuat Russia lebih kuat dan lebih berbahaya.

Pada waktu itu Balkan yang merupakan sebahagian daripada wilayah kekuasaan Daulah Islam Othmaniah sedang berhadapan dengan dua bahaya iaitu Rusia dan Austria. Abdul Hamid berusaha membangkitkan penduduk Balkan dan menyedarkan mereka tentang bahaya yang bakal dihadapi. Dia hampir berjaya membuat perjanjian dengan negeri-negeri Balkan tetapi ketika perjanjian mencapai peringkat akhir, empat negeri Balkan mengambil keputusan lain dan mengenepikan Daulah Islam Usmaniah. Ini adalah disebabkan pengaruh Barat dan Russia. Abdul Hamid menyedari bahawa persekongkolan untuk memusnahkan Negara Islam Usmaniah lebih besar daripada yang disangkakan.

Persekongkolan itu melibatkan usaha dari dalam dan dari luar Negara Islam. Dari dalam, adalah Panglima Pasukan Awni Pasha yang cuba mengheret Daulah Islam Usmaniah ke dalam kancah perang Bosnia tanpa persetujuan Abdul Hamid. Abdul Hamid mengetahui jika terjadi peperangan, maka Rusia, Inggeris, Austria, Hungary, Serbia Montenegro, Itali, dan Perancis akan menyerang kerajaan Usmaniah secara serentak dan memastikan Bosnia dirampas. Kejatuhan Daulah Islam Othmaniah tinggal menunggu waktu.

Photobucket
Istana Yildiz , Pusat Pemerintahan Kerajaan Othmaniah

Friday, October 21, 2011

Hizb ut-Tahrir Egypt: Generals protecting old system and fearing Islam may reach power

OCTOBER 3, 2011
sami-anan

American Chief of Staff Mike Mullen: “In every conversation with my Egyptian counterparts, they always reassert – without my asking – that they want to retain the peace with Israel”

On September 24th, the Egyptian newspaper Liberation quoted Admiral Mike Mullen Chairman of the U.S. Joint Chiefs of Staff saying that Egypt is committed to maintaining peace with Israel. He stated, while at a fundraising party organised on Wednesday (21st Sept.) for a Jewish primary school in Washington, “In every conversation with my Egyptian counterparts, they always reassert – without my asking – that they want to retain the peace with Israel”. The US Defence Dept Media Office drew attention to his statement, and further made note that Mullen praised the Egyptian military leadership and the “self-restraint” it had shown towards the demonstrators who deposed President Mubarak, and that the longstanding relationship between the two military establishments remained strong and would contribute to supporting Egypt during this critical time. The statement noted that Mullen has a “very strong relationship” with his Egyptian counterpart, Lt General Sami Enan and has talked with him “dozens of times or more” in recent months as the country works its way towards democracy. Mullen added that “he (i.e. Sami Enan) wants us to stay in this relationship”. During the fundraising party, Mullen made further remarks concerning his interaction with leading figures and the military leadership, noting that he visited Pakistan 27 times in the last four years.

These statements indeed indicate the extent of America’s infiltration and interference in Egypt’s internal and external affairs, or rather the extent to which America directs Egypt’s policies, and the extent of her scorn and belittling of the Egyptian people. It also indicates the extent to which the regime in Egypt offers its loyalty and obedience to America; it is such that the regime’s leading figures are motivated to offer any word or action which pleases the Americans by achieving their interests, or those of the Israeli state, without them even asking. In this they pay no regard to how much harm is inflicted on the people of Egypt, as though “congratulations are for the Americans and to the Israelis for this loyalty, and wretchedness to the Egyptian people for their bogus leadership!”

These statements indicate clearly that the system of the deposed president is still in power, and Egypt after the revolution is the same Egypt as before the revolution. These last few months, in which Mullen spoke dozens of times to his Egyptian counterparts, have been about outflanking the revolution and aborting it, and protecting the system out of fear that Islam may reach power.

Is it not wajib (obligatory) that Mullen, his country’s ambassador and the ambassador of their Israeli foster child be expelled in the strongest manner? Is it not wajib that the affairs of the people are managed with truth and justice, according to the Sharee’ah of Allah? Is it not more befitting that the army of Egypt, when the Israelis kill soldiers in the Sinai, responds (like Haroon ar-Rasheed) with “an answer that you will see, not hear about”, and so it prepares the forces to uproot the Jewish state and liberate Masjid al-Aqsa?

Also, what is it that Mullen sought in his 27 visits to Pakistan, other than planning with his Pakistani counterparts to kill Muslims in Pakistan and Afghanistan, and before that in Iraq.

The Muslims of Egypt must understand that there is no solution except through the implementation of theSharee’ah of Allah, through the Khilafah state, which will cut off the roots of the colonialist Kuffar, whether American or Israelis; and it will return justice, honour, and good guardianship of the people of Egypt. Tomorrow is close for those who await it.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا

“Allah has promised those among you who believe, and do righteous good deeds, that He will certainly grant them succession (to authority) in the earth, as He granted it to those before them and that He will surely establish for them (therein) their religion which He has preferred for them and that He will surely substitute for them security, after their fear.” [TMQ An-Nur 24:55]

Media Office of Hizb ut-Tahrir
Wilayah of Egypt

27 Shawwal 1432
25 September 2011

Consumerism and the rise of a new clergy

OCTOBER 12, 2011 ·
apple-steve-jobs
Capitalist societies consider religiosity of any type detrimental to human progress yet idolise mere mortals

In a western world currently in the doom and gloom of economic, societal and political failure it is not often that a single person has an effect on society like that of Steve Jobs, who passed away last week. In life he and his company, Apple, were a world beating technological combination, with their flagship products like the iPod, iPhone and iPad helping to re-define and create markets. Beyond just the technological advantages of their products, Apple created an aura around everything they did that had no real explanation other than touching the basic human instinct of want. Some will say it was Jobs with his exceptional design skills that set apart Apple’s products from the rest, others that Apple was simply ahead of the technology curve, but for his disciples Jobs could simply do no wrong.

It was not an image he actively sought to create, but in a society with very few role models it was somehow inevitable that his success would bring with it a kind of reverence. In death this reverence has only increased with an outpouring of emotion unheard of for any other CEO in the world. People have erected makeshift shrines and tributes to Jobs outside Apple stores across the world. For many it was a kind of pilgrimage in memory of a man who was for the most part a very private person.

The almost divine status the media, his peers and fans have given Steve Jobs rails against the norm in Capitalist societies where reverence or religiosity of any type is considered detrimental to human progress. Religion plays little or no part in liberal secular Western societies, helping to mould individualistic communities who live for the moment and consider themselves as all knowing. These deeply held secular values have moulded a worldview that even dictates relationships between nations forming the global ideological yardstick.

However the last week has seen those who would in any normal circumstance label the reverence of a higher power lunacy, bow to the legacy of one man. The tributes have come not only from fans of Apple’s products but Presidents and fellow CEO’s, all have collectively hailed the prophetic abilities of Jobs to create markets and sell products – an ability that was unrivalled. For them Jobs was the man with the Midas touch who could literally turn dust to gold. His rescue of a flagging company (Apple) and transforming it into a world beater would be his miracle. If this was a different era then maybe Jobs would have been expected to have parted seas and healed the ill.

The words, speeches and his final product the soon to be launched Iphone 4s will become reference points for many, forming the basis for how to pursue goals in life. His well-publicised address at Stanford University in 2005 is seen as a great sermon in finding a purpose in life.

This kind of reverence highlights the irrational contradiction in Capitalist societies, where the elevating of human beings to the status of near divinity is seen as normal, with Steve Jobs being just one example, yet the belief in a Creator is seen as blind faith.

It is the natural outcome of a human beings’ innate weakness that he would wish to revere something that he sees as greater or more powerful. A weakness which should push society to attempt and comprehend the world around them in a rational and enlightened manner forming some kind of conclusion for the purpose of their lives not through the words of an accomplished businessman but via the rational conclusion that the Creator, Allah (swt), exists; and if anything is to be revered then it must be Him alone.

This search for answers to the meaning of life is shunned under Capitalism, it is seen as unimportant and irrelevant. However Western societies see no harm in promoting human beings who live and die like everyone else as messiah’s to the masses. This is unsurprising as reverence is part of man’s inherent instinct – it can not be suppressed indefinitely and is frequently transferred to other persons, things or philosophies. However, the drive to revere other human beings is as flawed an idea as the ideology of Capitalism itself. It takes seemingly intelligent people and moulds them into disciples at the altar of other men – how irrational is that!

THE METHOD TO ESTABLISH KHILAFAH

video

Blog Archive

archives

Bangsa ini Harus Segera Bertobat

Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Pembaca yang budiman, negeri ini seolah menjadi negeri segudang bencana; baik bencana alam maupun bencana kemanusiaan. Bencana alam ada yang bersifat alamiah karena faktor alam (seperti gempa, tsunami, dll), tetapi juga ada yang karena faktor manusia (seperti banjir, kerusakan lingkungan, pencemaran karena limbah industri, dll). Adapun bencana kemanusiaan seperti kemiskinan, kelaparan serta terjadinya banyak kasus kriminal (seperti korupsi, suap-menyuap, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, maraknya aborsi, penyalahgunaan narkoba, dll) adalah murni lebih disebabkan karena ulah manusia. Itu belum termasuk kezaliman para penguasa yang dengan semena-mena menerapkan berbagai UU yang justru menyengsarakan rakyat seperti UU Migas, UU SDA, UU Listrik, UU Penanaman Modal, UU BHP, dll. UU tersebut pada kenyataannya lebih untuk memenuhi nafsu segelintir para pemilik modal ketimbang berpihak pada kepentingan rakyat.

Pertanyaannya: Mengapa semua ini terjadi? Bagaimana pula seharusnya bangsa ini bersikap? Apa yang mesti dilakukan? Haruskah kita menyikapi semua ini dengan sikap pasrah dan berdiam diri karena menganggap semua itu sebagai ’takdir’?

Tentu tidak demikian. Pasalnya, harus disadari, bahwa berbagai bencana dan musibah yang selama ini terjadi lebih banyak merupakan akibat kemungkaran dan kemaksiatan yang telah merajalela di negeri ini. Semua itu tidak lain sebagai akibat bangsa ini telah lama mencampakkan syariah Allah dan malah menerapkankan hukum-hukum kufur di negeri ini.

Karena itu, momentum akhir tahun ini tampaknya bisa digunakan oleh seluruh komponen bangsa ini untuk melakukan muhâsabah, koreksi diri, sembari dengan penuh kesadaran dan kesungguhan melakukan upaya untuk mengatasi berbagai persoalan yang melanda negeri ini. Tampaknya bangsa ini harus segera bertobat dengan segera menerapkan hukum-hukum Allah SWT secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Maka dari itu, perjuangan untuk menegakan syariah Islam di negeri ini tidak boleh berhenti, bahkan harus terus ditingkatkan dan dioptimalkan. Sebab, sebagai Muslim kita yakin, bahwa hanya syariah Islamlah—dalam wadah Khilafah—yang bisa memberikan kemaslahatan bagi negeri ini, bahkan bagi seluruh alam raya ini.

Itulah di antara perkara penting yang dipaparkan dalam tema utama al-wa‘ie kali ini, selain sejumlah tema penting lainnya. Selamat membaca!

Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Add This! Blinklist BlueDot Connotea del.icio.us Digg Diigo Facebook FeedMeLinks Google Magnolia Ask.com Yahoo! MyWeb Netvouz Newsvine reddit Simpy SlashDot Spurl StumbleUpon Technorati
Cetak halaman ini Cetak halaman ini      

-->
EDITORIAL
10 Jan 2010

Ketika berbicara di televisi BBC, Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menyerukan intervensi lebih besar dari Barat di Yaman dan menyerang tuntutan bagi kekhalifahan dunia di dunia Muslim sebagai sebuah “ideologi pembunuh” dan suatu “penyimpangan dari islam “.
Taji Mustafa, Perwakilan Media Hizbut Tahrir Inggris berkata: “Gordon Brown, seperti halnya Tony Blair yang memerintah sebelumnya, berbohong [...]

Index Editorial
Leaflet
No Image
09 Jan 2010
بِسْـــمِ اللهِ الرَّحْمٰـــنِ الرَّحِيـــم Sia-sia Saja Menggantungkan Harapan Kepada Rencana-rencana Pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)! Pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan...
Index Leaflet
KALENDER
January 2010
Mon Tue Wed Thu Fri Sat Sun
   
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031
  • 1/24/2010: Halqah Islam dan Peradaban edisi 16
POLLING

Islam hanya mengakui pluralitas, bukan pluralisme. Pandangan Anda?

View Results

Loading ... Loading ...
AL-ISLAM
Al-Islam

ACFTA-PASAR BEBAS 2010: “BUNUH DIRI EKONOMI INDONESIA”

Mulai 1 Januari 2010, Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Sebaliknya, Indonesia dipandang akan mendapatkan kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar dalam negeri negara-negara tersebut. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, [...]

Index Al Islam

EBOOK DOWNLOAD
Ebook Download

Download buku-buku yang dikeluarkan Hizbut Tahrir, dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggris.

Download disini

RSS NEWSLETTER
Powered By Blogger

Followers